Covid-19, topik yang terus menjadi bahasan dari akhir bulan
Januari 2020 hingga sekarang. Mulai dari anjuran #stayathome di Busan hingga
diteruskan untuk #workfromhome ketika sudah sampai di tanah air. Saat awal-awal
berkembangnya covid-19 di Busan hampir tiap malam insomnia karena terlalu
insecure. Terus update informasi dan paper penelitian yang membahas
tentang perkembangan mutasi virus Sars-Cov2. Apalagi Februari lalu, case covid19
di Busan jumlahnya terus naik hingga mencapai angka ribuan hanya dalam kurun
waktu 2 minggu.
Sesampainya di Indonesia tanggal 2 Maret, baru ada 2 pasien terkonfirmasi positive covid19. Jumlahnya masih terus naik sampai sekarang dan update hingga tanggal 15 Mei 2020, ada sebanyak 16.496
confirmed positive case, 1.076 meninggal dan 3.803 orang dinyatakan sembuh. Persebaran
Covid19 tidak main-main rasanya, total di seluruh dunia sebanyak 4,53 juta
orang terinfeksi covid-19, 1,63 juta telah sembuh dan 307 ribu meninggal dunia.
Sudah lebih dari 2 bulan sejak kembali ke tanah air,
bersyukur senantiasa diberikan nikmat sehat dan bisa lebih intense berkumpul
sama keluarga karena diberlakukan #WFH. Bosan? Wajar kok, nikmati saja bosannya
nanti kalau udah bosan “bosan” pasti balik rajin lagi. Mencoba membiasakan semua
anjuran untuk memutus rantai penyebaran covid19, termasuk physical distancing, anjuran
di rumah, cuci tangan pakai sabun, tidak pergi ke tempat-tempat umum dulu. Berat memang
apalagi untuk para extrovert, karena ambivert seperti saya lebih teradaptasi
untuk stay di rumah karena emang mager buat keluar-keluar. Ehe. Tapi bukankah
semua jadi biasa kalau sudah terbiasa ?
Baca juga:
Ironi Permasalahan Sampah di Indonesia - Optimiskah Menuju Indonesia Bebas Sampah 2020?
Well, selama anjuran #stayathome di masa pandemi seperti
sekarang ini satu yang menjadi concern saya, yaitu mengenai pengelolaan limbah mulai
dari limbah cair dan juga limbah padat. Di tengah pandemi seperti ini bisa bayangkan betapa beresikonya pahlawan kebersihan yang bekerja dalam mengelola limbah setiap harinya, mulai dari pengumpulan, penyimpanan sampai dengan pemrosesan akhir. Belum lagi limbah yang berasal dari
kegiatan penanganan pasien covid-19 (positive+ pasien dalam pengawasan (PDP))
dikategorikan dalam limbah infeksius dan masuk kategori limbah B3 (bahan
berbahaya dan beracun). Sehingga dalam penanganan mulai dari pengumpulan dan
pengelolaannya harus sesuai dengan peraturan limbah B3. Bisa bayangkan juga sebanyak apa
limbah B3 baik dari RS (medis) ataupun sampah rumah tangga (SRT) yang
dihasilkan ribuan pasien terkonfirmasi positif dan PDP yang jumlahnya juga sudah puluhan ribu sampai sekarang.
Beruntungnya saya bisa mengikuti webinar pada tanggal 28 april lalu
yang diadakan oleh IATL ITB bersama Bappenas, Kesehatan Lingkungan Kementrian
Kesehatan, dan DLH Provinsi Jakarta. Ada juga dari PT.Jasa Medivest sebagai
perusahaan pengelola limbah B3 dan juga Nexus3 Foundation.
Diskusi yang begitu
komplit dan menarik serta informasi yang sangat bermanfaat rasanya sayang kalau
hanya sampai di saya saja. Setelah terkendala waktu akhirnya bisa saya tuliskan di kontemplasi asa supaya banyak yang tahu kondisi terkini pengelolaan limbah
khususnya limbah dari rumah sakit dan SRT yang terinfeksi covid19. Pun agar lebih aware lagi tentang apa yang harus dilakukan dalam pengelolaan sampah di masa pandemi seperti sekarang ini.
Kebijakan pengelolaan limbah B3 menjadi agenda
prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Termasuk diantaranya adalah pembangunan fasilitas pengolahan limbah B3 medis
dan limbah B3 terpadu. Target pembangunan dilakukan di 4 wilayah diantaranya
Sumatera, Sulawesi, Jawa Timur dan Kalimantan dengan perkiraan biaya mencapai
4.6 triliun rupiah. Tujuan extra pembangunan fasilitas pengolahan limbah B3
dikarena untuk memenuhi kapasitas pengolahan limbah B3 hingga mencapai 26.880
ton/tahun serta bisa mengurangi biaya transportasi untuk pengolahan limbah B3.
Bagaimana klasifikasi
limbah dan regulasi yang mengatur?
Limbah terbagi menjadi limbah padat dan cair. Masing-masing
limbah padat terdiri dari limbah padat B3 medis dan limbah padat domestik. Sementara
limbah cair terbagi menjadi limbah cair B3 dan limbah cair domestik. Limbah
padat domestik, limbah padat B3 dan limbah cair B3 diatur dalam Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PermenLHK) No.P-56/2015 mengenai Tata
cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3 dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes). Sementara itu, limbah cair domestik diatur dalam PermenLHK No.P-68/2015 tentang baku mutu limbah cair domestik.
Mengacu pada timbulan sampah per pasien di China (kapasitas pembuangan
limbah medis meningkat hingga menjadi 6.067 ton/hari), menggunakan skenario intervensi
mencapai 8.580 ton/hari belum termasuk status ODP yang berada di rumah.
Timbulan yang dikonversi ke jumlah pasien, rata-rata untuk pasien terinfeksi menyumbang
sebanyak 14.3 kg/hari.
Pengelolaan Air Limbah
Spesifik Covid19 dari Fasyankes
Air limbah
spesifik covid19 yang berasal dari
Fasyankes merupakan semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan
penanganan pasien Covid-19 (kemungkinan mengandung mikroorganisme khususnya
virus Corona), bahan kimia beracun, darah dan cairan tubuh lain, serta cairan
yang digunakan dalam kegiatan isolasi pasien meliputi cairan dari mulut
dan/atau hidung atau air kumur pasien. Air cucian alat kerja, alat
makan dan minum pasien dan/atau cucian linen, juga termasuk dalam limbah infeksius yang
berbahaya bagi kesehatan.
Unit proses
pada instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sekurang-kurangnya terdiri dari proses
sedimentasi awal, proses biologis (aerob dan/atau anaerob), sedimentasi akhir,
penanganan lumpur . Pada pengolahan air limbah sekarang diberikan unit desinfeksi
pada effluent air limbah yang sudah diolah desinfeksi dengan klorinasi (dosis disesuaikan
agar mencapai sisa klor 0,5 ppm). Nah, pengukuran unit proses desinfeksi air
limbah dengan kandungan sisa klor pada kisaran 0,5 ppm sekurang-kurangnya
sekali dalam sehari
Harus
dipastikan semua parameter kualitas air limbah hasil pengolahan memenuhi baku
mutu air limbah domestik,
meliputi parameter derajat keasaman (pH), Biochemical Oxygen Demand (BOD),
Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspended Solid (TSS), Minyak dan lemak,
amoniak, total coliform dan debit yang dilakukan sekurang-kurangnya setiap 1
minggu sekali.
Pengelolaan Limbah
Domestik Padat Spesifik Covid19 dari Fasyankes
Limbah padat khusus diklasifikasikan sebagai masker sekali
pakai, sarung tangan bekas, tisu/kain yang terkontaminasi (mengandung cairan/droplet
dari hidung dan mulut). Untuk pengumpulan limbah domestik padat, disediakan
wadah di lokasi yang mudah dijangkau orang, yaitu untuk limbah padat organik,
non organik dan limbah padat khusus.
Untuk limbah padat organik dan non organik disimpan di Tempat
Penyimpanan Sementara (TPS) sampah/limbah domestik paling lama 1x24 jam untuk
kemudian dibawa oleh Dinas Kebersihan. Sementara itu, limbah padat khusus di
simpan di TPS sampah/limbah B3 dengan perlakukan seperti limbah B3 infeksius.
Pengelolaan Limbah B3
Padat Spesifik Covid19 dari Fasyankes
Limbah B3 padat khusus termasuk masker bekas, sarung tangan
bekas, perban bekas, tisu bekas, plastik bekas minuman dan makanan, kertas
bekas makanan dan minuman, alat suntik bekas, set infus bekas, dan alat pelindung
diri (APD) bekas. Dilakukan disinfeksi menggunakan Klorin 0.5%, Lysol, karbol
dll, setelah selesai menggunakan
wadah/bin. Selain itu, sampah/limbah B3 medis yang telah diikat juga dilakukan
desinfeksi menggunakan desinfektan klorin 5% sebelum diangkut ke pengolah.
Pengangkutan dilakukan menggunakan alat transportasi khusus limbah dan petugas
juga harus menggunakan APD.
Limbah infeksius dari Fasyankes paling lama disimpan selama 2
hari. Pemusnahan dilakukan dengan menggunakan insenerator suhu pembakaran min
800o C atau menggunakan autoclave dengan shredder. Residu dimasukkan
dalam TPS B3 untuk kemudian diserahkan ke Pengelola Limbah B3. Berdasarkan data
yang ada, data limbah infeksius yang diolah insinerator terus mengalami
peningkatan mencapai 4500 kg pada bulan Maret 2020 untuk limbah APD dan limbah
Medis. Belum lagi hasil pembakaran yang dihasilkan oleh proses insinerasi berupa residu abu mencapai 585 kg pada bulan Maret 2020. Data residu limbah infeksius sendiri
harus ditangani dengan prosedur penanganan limbah B3. Bisa dibayangkan masih
sebanyak itu abu yang dihasilkan dan harus diperlakukan khusus sesuai dengan
prosedur B3.
Saya sepakat dengan penuturan dari Ibu Yuyun Ismawati dari
Nexus3 Foundation bahwasanya incinerator yang ada di RS-RS saat ini sebagian
besar tidak memenuhi syarat dalam pembakarannya. Hal ini dikarenakan
incinerator yang berfungsi dengan “benar” beroperasi pada suhu 850oC
di ruangan pertama dan lebih dari 1200oC di ruangan kedua. Sedangkan faktanya sebagian fasilitas pengolah limbah B3 adalah tungku bekar,
bukanlah incinerator. Hal lainnya yang perlu dipertimbangkan adalah residu yang
dihasilkan, asap yang mengandung banyak kandungan kimia beracun. Belum lagi residunya yang juga bersifat toxic. Perlu dilakukan pengecekan terhadap
lingkungan sekitar mengenai paparan dari pembakaran dengan “tungku bakar”. Jangan
sampai berusaha meminimalisir bahaya namun justru membuat bahaya yang
lebih besar dengan merusak lingkungan secara tidak sadar.
Bagaimana dengan
limbah Infeksius dari ODP di Rumah Tangga?
Seperti yang kita tahu ODP atau orang dalam pemantauan, adalah seseorang yang memiliki gejala panas badan atau gangguan saluran pernapasan
ringan, dan pernah menggunjungi atau tinggal di daerah yang diketahui merupakan
daerah penularan virus covid19. Berdasarkan surat edaran Menteri LHK
Np.2/PSLB3/3/2020 mengenai Pengelolaan Limbah Infeksius (B3) dan SRT dari
penanganan Covid19, limbah infeksius dari ODP di rumah tangga seperti masker,
sarung tangan dan baju pelindung diri dikumpulkan dalam wadah tertutup
bertuliskan limbah infeksius. Setelah itu mengangkut pada pengolahan limbah B3. Selanjutnya petugas dinas LH mengambil dari sumber dan mengangkut ke
lokasi pengumpulan sebelum ke pengolah limbah B3.
Namun faktanya saya sebagai mantan ODP Maret lalu (kebetulan
pulang dari Korea Selatan saat case covid2019 disana tertinggi nomor dua di dunia dan
setelah hari ke 10 karantina mandiri saya terkena demam + flu akibat minum es dan kecapekan lembur. Tenang, Alhamdulillah hasilnya negative
setelah pemeriksaan di rumah sakit rujukan covid19 di Madiun. Sampai sekarang juga Alhamdulillah sehat 😊),
anjuran mengenai pengumpulan dan pengelolaan limbah tidak disampaikan baik dari
pihak rumah sakit ataupun pihak puskesmas yang sempat visit dan pendataan ke
rumah. Kalau saya sendiri selama karantina mandiri mengisolasi diri di lantai 2, terpisah dengan ayah dan ibu yang ada di lantai 1. Benar-benar pakai masker
kalau ada keperluan turun ke bawah. Sementara untuk sampah saya pisahkan di
kantong plastik sendiri. Antisipasi saja meskipun sudah negative takutnya sebagai carrier
virus covid19 nya. Huhuhu.
Nah, bagaimana dengan
sampah RT dan sampah sejenis RT?
Menurut peraturan, masker sekali pakai dari orang
sehat, sebelumnya dirobek/dipotong/digunting dan dikemas rapi sebelum dibuang ke
tempat sampah untuk mencegah penyalahgunaan dari orang-orang tidak bertanggung
jawab. Pemerintah daerah setempat juga menyediakan tempat sampah/drop box
khusus masker di ruang publik. Mengenai drop box khusus masker ini yang saya
belum pernah ketemu,eh apa juga karena saya tidak pernah keluar ya. Rasanya
begitu, semoga memang sudah ada drop box di tempat umum sehingga bisa
dieksekusi sesuai peraturan yang berlaku.
Untuk antisipasi penyebaran covid19, sampah yang telah dimasukkan
dalam kantong sampah diikat rapat lalu dilakukan desinfeksi. Hal ini untuk meminimalisir resiko penularan pada para pahlawan kebersihan mulai dari proses
pengangkutan, penyimpanan ataupun pengolahan sampah. Mereka ini yang sering
terlupakan, padahal jasanya jelaslah sangat besar dengan pekerjaan yang begitu
penuh resiko. Terimakasih banyak saya sampaikan beserta salam hormat dan salam sehat untuk para
pahlawan kebersihan dalam bidang pengelolaan limbah, baik limbah padat ataupun
cair. Sukses sehat selalu!
Banyak sekali tantangan dalam implementasi dan rencana
pengelolaan limbah medis yang sudah diterapkan dalam peraturan. Situasi sulit
seperti sekarang ini menuntut kerjasama dari semua pihak, meskipun tidak
dipungkiri juga memerlukan kesiapan dalam jumlah keseterdiaan sarana dan
prasarana. Selain itu, perlu pertimbangan yang matang dalam melakukan
seleksi teknologi untuk pengolahan limbah infeksius covid19 baik yang berasal
dari rumah sakit ataupun dari rumah tangga. Mulai dari jumlah sampah yang bisa
diolah, biaya, jenis sampah dan juga operasi serta maintenance dari teknologi
tersebut. Jangan sampa asal pilih teknologi yang berakhir tidak efektif atau justru terlalu berlebihan dan memberikan dampak yang buruk ke lingkungan sekitar.
Last but not least,
berikut ini adalah skema adaptasi pengelolaan sampah kota dan covid19 yang
disampaikan oleh Bu Yuyun dari Nexus3 foundation mulai dari pengumpulan,
penyimpanan dan pengelolaan sampah. Masuk juga di dalamnya mengenai skenario
daur ulang sampah sampah organik. Semoga dalam masa pandemi covid19 seperti
sekarang ini bisa lebih bijak lagi dalam menghasilkan sampah setiap harinya.
Minimalisir produksi sampah dengan menggunakan barang-barang tidak sekali
pakai.
Yuk, saling bersinergi #bersatulawancovid19. Sekian, semoga bermanfaat. Sehat sehat selalu happy readers ~