Friday, June 17, 2016

[WARNING] Kondisi Siaga Bahari Indonesia


Indonesia tersohor sebagai negara kepulauan terbesar yang memiliki kondisi konstelasi geografis yang sangat strategis. Wilayah Indonesia yang terletak pada posisi silang dunia, yaitu antara dua benua dan dua samudera sehingga menyebabkan laut di antara pulau-pulau menjadi alur laut yang sangat penting bagi lalu lintas pelayaran nasional maupun internasional (Marsetio, 2015).  Kondisi geografis yang ada menjadikan Indonesia sebagai Center or Gravity kawasan Asia Pasifik serta menjadi salah satu kawasan perairan tropis yang memiliki daya dukung alam tinggi dengan kemampuan Mega Biodiversity (Dewan Maritim Indonesia, 2005). 
Pesona Bahari Indonesia (Pulau Karimun Jawa) (Sumber)
Kepulauan Indonesia terbentang luas antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Indonesia memiliki 17.499 pulau dengan luas perairan laut mencapai 5,9 juta km2 dan memiliki garis pantai terpanjang di dunia setelah Kanada, Amerika Serikat dan Rusia yaitu sepanjang ± 81.000 km2 (Dinas Hidrografi dan Oseanografi, 2004). Luas terumbu karang Indonesia mencapai 18% dari total kawasan terumbu karang dunia (Wilkinson, 2008). Sebagian terumbu karang ini tumbuh di wilayah segitiga karang (coral triangle). Ekosistem terumbu karang yang ada selain memberikan keuntungan ekonomi, juga melindungi pantai dari hantaman gelombang sehingga mengurangi abrasi dan kerusakan. Ekosistem terumbu karang sebagai keanekaragaman hayati juga berkontribusi dalam sektor penangkapan ikan serta sebagai tempat berlindung berbagai jenis makhluk laut.

Tidak hanya potensi ekosistem terumbu karang yang ada, Indonesia juga memiliki sebaran ekosistem mangrove yang sangat luas, bahkan terbesar di dunia (FAO, 2010). Hal ini membuat Indonesia menjadi pusat penting keanekaragaman hayati mangrove dunia dengan memiliki 48 spesies mangrove yang tumbuh di wilayah Indonesia (FAO,2010). Pada tahun 2010, diperkirakan luas mangrove Indonesia mencapai sekitar 3.189.359 hektar yang merupakan 20% dari luas total magrove yang ada di dunia (Spalding et al., 2002).

KERUSAKAN BAHARI INDONESIA [KONDISI SIAGA]

Pemutihan Terumbu Karang (Sumber)
Mirisnya, ekosistem laut Indonesia saat ini berada dalam kondisi siaga. Berbagai ancaman yang ada tidak hanya terumbu karang namun juga keberadaan hutan mangrove di Indonesia. Berdasarkan data dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI (2012), 30,45% terumbu karang di Indonesia dikategorikan dalam kondisi buruk dan hanya 5,3% yang tergolong dalam kategori sangat baik. Degradasi terumbu karang di Indonesia dalam setengah abad terakhir meningkat dari 10% menjadi 50% (Burke dkk., 2012). Faktor ancaman yang menyebabkan kerusakan terumbu karang diantaranya berasal dari aktivitas pembangunan kawasan pesisir, sedimentasi kerusakan wilayah hulu dan daerah aliran sungai, penangkapan ikan menggunakan sianida dan pukat harimau, pemutihan karang akibat perubahan iklim serta penambangan liar terumbu karang (Greenpeace Indonesia, 2013). Sementara itu, ancaman yang membidik ekosistem hutan mangrove Indonesia menyebabkan Indonesia kehilangan hampir setengah dari luas total hutan mangrove yang ada yaitu dari 4,2 juta hektar menjadi 2 juta hektar (Hance, 2010). 

Kerusakan Hutan Mangrove (Sumber)
Rentetan masalah lainnya saling berhubungan dan saling mempengaruhi terjadinya kerusakan terumbu karang dan hilangnya ekosistem hutan mangrove, yaitu penurunan produksi perikanan akibat krisis ganda degradasi ekosistem laut serta penangkapan ikan berlebih. Krisis produksi ikan di Indonesia salah satunya disebabkan oleh eksploitasi wilayah pesisir dan pulau-pulai kecil dengan aktivitas pertambangan. Seiring berkembang pesatnya pembangunan dan pertumbuhan penduduk yang meningkat setiap tahun membuat peningkatan aktivitas pertambangan serta aktivitas pembangunan kawasan pesisir. Hal ini mengakibatkan pencemaran terhadap ekosistem pesisir dan sumber daya hayati di sekitarnya. Masalah Illegal, Unre ported dan Unregulated Fishing - IUU Fishing, menjadi salah satu faktor ancaman yang membutuhkan perhatian khusus untuk mencegah terjadinya gejala overfishing yang menyebabkan masalah krisis produksi ikan semakin parah.

IUU Fishing Indonesia (Sumber)
Sebanyak 75% sumber daya perikanan di Indonesia berada di ambang batas keberlanjutan akibat praktik penangkapan ikan yang masif dan destruktif untuk memenuhi kebutuhan dunia akan permintaan pasar seafood yang semakin meningkat setiap harinya. Beberapa wilayah pengelolaan perikanan di Indonesia juga sudah menghadapi gejala eksploitasi ikan berlebihan (overfishing) untuk beberapa kelompok komoditas penting, seperti pelagis besar, pelagis kecil, udang, dan ikan demersal. Kelangkaan ini juga terlihat dari makin mengecilnya ukuran ikan, turunnya jumlah tangkapan, dan hilangnya beberapa spesies yang dulunya merupakan tangkapan utama, seperti yang terjadi pada cumi-cumi di Teluk Jukung, Lombok Timur.

Lebih parah lagi, perikanan Indonesia mengalami ancaman klasik penangkapan ikan ilegal, peralatan ilegal, dan nelayan asing dengan kapal penangkap ikan besar. Ironisnya, nelayan kecil yang merasakan dampak dari ancaman kelangkaan perikanan tersebut. Betapa tidak, mereka harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk komponen BBM (bahan bakar minyak), karena lokasi penangkapan ikan (fishing ground) yang semakin menjauh (Greenpeace Indonesia, 2013). 
Ketentuan Wilayah Tangkap untuk Kapal Ikan (Sumber)
Indonesia memiliki posisi melakukan penawaran yang strategis untuk meningkatkan pengelolaan sumberdaya perikanan serta memimpin perubahan dalam membangun dan memberdayakan inisiatif regional dan global untuk menanggulangi, memerangi dan menghilangkan IUU Fishing di kawasan bahari Indonesia. Peran proaktif Indonesia dalam mempromosikan dan memperkuat solusi dapat mengatasi overfishing, penangkapan ikan yang merusak, pertambangan, polusi serta dampak perubahan iklim terhadap lautan.

Pemerintah dan masyarakat Indonesia harus meningkatkan kekuatan kolaborasi dari segala lini dengan mempromosikan visi bersama perlindungan laut. Visi Indonesia 2025 menyatakan bahwa "Indonesia Yang Mandiri, Maju, Adil Dan Makmur" sebagaimana terdapat pada UU No 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang-Nasional, harus menjadi landasan dasar dan kesempatan untuk meningkatkan komitmen pemerintah, serta memunculkan perhatian dan partisipasi semua pihak untuk memulihkan laut dari kondisi siaga yang terjadi saat ini. Yuk ikut bersama mengawasi kondisi bahari Indonesia dengan cara memilih produk yang baik, salah satunya adalah kegemaran mengkonsumsi seafood. Kegemaran mengkonsumsi seafood ini bisa berdampak buruk bagi kondisi bahari khususnya ekosistem laut. Pastikan untuk memperhatikan asal seafood tersebut dan proses produksinya. 

 
 Pastikan Mengkonsumsi Seafood yang Berkualitas (Sumber)

 Berikut ini langkah-langkah sebelum menyantap seafood:
1.      Pastikan untuk mengkonsumsi ikan dewasa. Hindari konsumsi ikan anakan (juvenille)
2.      Hindari mengkonsumsi biota dalam kondisi bertelur
3.      Hindari mengkonsumsi seafood hasil budidaya yang bibitnya diambil dari alam
4.      Selalu gunakan panduan konsumen seafood untuk memilih seafood dari pilihan terbaik

Pilihan Terbaik Seafood (Sumber)
Semoga keadaan bahari Indonesia lekas membaik. Yuk, aktif mendukung, mengawasi dan berkontribusi dalam mewujudkan 
 kelestarian bahari Indonesia! #savetheocean #bijakdalambertindak #beliyangbaik

REFERENSI:
Burke et al. 2012. Reefs at risk, Revisited in the Coral Triangle. World Resources Institute
Dewan Maritim Indonesia. 2005. Draft kebijakan Kelautan Indonesia.
Dinas Hidrografi dan Oseanografi. 2004. Pulau-Pulau Kecil Terluar. Dinas Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut: Jakarta
Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO). 2010. World Review of Fisheries and Aquaculture 2010.
Greenpeace Indonesia. 2013. Laut Indonesia dalam Krisis. Jakarta: Greenpease Southeast Asia (Indonesia).
Hance, Jeremy. 2010. NASA images reveal disappearing mangroves worldwide. http://news.mongabay.com/2010/12/nasa-images-reveal-disappearing-mangroves-worldwide/
Marsetio, Dr. 2015. Aktualisasi Peran Pengawasan Wilayah Laut  Dalam Mendukung Pembangunan Indonesia Sebagai Negara Maritim yang Tangguh. Universitas Sumatera Utara: Medan
Pusat Penelitian Oseanografi LIPI. 2012.
Spalding et al. 2002. Reefs at Risk in Southeast Asia. World Resources Institute.
Wilkinson, C. 2008. Status of Coral Reefs of the World: 2008. Townsville, Australia: Global Coral Reef Monitoring Network and Reef and Rainforest Research Centre.
www.greenpeace.or.id
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Artikel ini diikutsertakan dalam
Sayembara Blog Kependudukan 2016 BKKBN
Semoga bermanfaat dan menginspirasi. Yuk ikutan juga!
Tulis Opinimu Mengenai Kondisi Kependudukan Indonesia.
Penulis: Lucky Caesar Direstiyani

2 comments:

COPYRIGHT © 2017 | THEME BY RUMAH ES